Paulo Freire dan Harapan Seorang Pemuda




Hari ini aku mau menulis Freire, seorang tokoh pendidikan dari Amerika Latin sana tepatnya beliau berkewarganegaraan Brazil. Seorang humanisme yang peduli pada pendidikan ‘marginal’ yakni pendidikan yang dalam bahasa saya, pendidikan yang ada di persimpangan jalan peradaban.
Hari ini pendidikan begitu ekonomisme, ditengah maraknya dan mendarah dagingnya kapitalisme global dimana modal dan keuntungan adalah komoditas utama dari sebuah zaman yang sedang kita alami atau dengan kata sederhana pendidikan tak ayalnya hanya menciptakan calon lulusan yang siap kerja, calon lulusan yang sesuai dengan kriterianya pasar. Dunia hari ini bekerja mengasingkan manusia dari jati dirinya sendiri dan manusia dicekoki oleh kebudayaan yang berorientasi hanya pada keuntungan belaka, materi adalah hal utama sehingga menciptakan ego individualisme atau pun kelompok demi sebuah kepentingan dan menunjang eksistensi kehidupan.
Seyogyanya pendidikan yang dimaksud Paulo Freire dan telah di bahas oleh para filosof zaman yunani kuno ialah bagaimana manusia itu mencapai sebuah kemanusiaan yang utuh yakni dunia tanpa eksploitasi dunia tanpa penindasan, penindasan apapun itu fisik atau pun mental pikiranya. Dunia tanpa eksploitasi membutuhkan manusia-manusia yang sadar akan sebagaimana ia harus hidup, sadar sebagaimana hidup berdampingan sebagai individu, masyarakat, bangsa, dan sadar bagaimana ia bersikap pada lingkungan.
Pendidikan hari ini, adalah pendidikan yang masih menitikberatkan kompetensi lulusan pada sisi pengetahuan menyingkirkan daya pengembagan sisi spritual, dan emosional. Padahal untuk memenuhi sebagai manusia yang peduli dan bermanfaat bagi orang lainya dibutuhkan sisi spritual da emosionalnya. Jadi ketika seseorang lulusan cerdas pikiranya namun tidak cerdas spritual, dan emosionalnya maka akan juga berbuat kerusakan pada lingkungan dimana ia hidup. Da seyogyanya pendidikan harus mampu mengembangkan ketiga kompetensi tersebut agar terciptanya masyarakat yang dalan bahasa Freiri telah memenuhi standar manusiawi, manusia yang mampu berfungsi memecahkan persoalan dari perbagai persoalan kehidupan, manusia yang peduli dan manusia yang tunduk pada prinsip-prinsip nilai ketuhanan.
Hari ini sistem pendidikan yang dimanifestasikan dalam kurikukum 2103 (kurtilas) sebenarnya sudah sesuai dengan narasi besar teori Freire, namun masih sebatas dalam tataran konsep belum semua sekolah ataupun lembaga pendidikan berjalan dalam tataran praktek. Sebagai generasi muda yang yang masih mempunyai semangat idealisme ata nilai-nilai yang ideal seperti sesuai apa yang dikatakan Founding Fathers yang sempat terlupakan Tan Malaka 'idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki para pemuda’ maka sudah sepatutnya saya berfikir menurut prinsip yang ideal, seorang pemuda juga mempunyai harapan yang besar akan hari esok dan masa mendatang yang lebih baik karena mempunyai rasa nasionalisme.
Harapan tentunya harus dibarengi dengan tindakan, pemuda apalagi jangan sampai berhenti dari tataran konsep kita harus berjalan dalam nadinya gerakan (praktek) demi memperjuagkan pendidikan yang lebih baik, pendidikan yang tidak hanya bertendensi pada si kaya tetapi untuk semua golongan, meratakanlah pendidikan untuk siapapun dia yang bertana air Indonesia jangan sampai anggaran pendidikan dimakan oleh segelintir orang dan merugikan banyak generasi muda bangsa yang ingin bersekolah menempuh pendidikan. Apalagi menyambut Indonesia emas ditahun sekitar 2045-2050 jagan sapai kelebihan angkatan usia muda menambah permasalahan bangsa, tetapi harus mampu menopang peradaban maju bangsa Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Bappenas Pernah Jadi Monumen Yahudi ?

sang revolusioner jalan pembebasan atau jalan munuju tangga kekuasaan ?