Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Dialog dengan seorang rantau

Dini hari ini hujan menghujam renda-renda pernikahan kawanku,  membawa angin yang kini berkawan dengan seorang lajang. Seseorang tanpa ku kenal datang menghampiri kami yang sedang bercanda gurau melucukan segala persoalan hidup, bukan cercaan tetapi sekedar menghibur pelipur lara sekawan yang tergoncang atau barangkali hanya sekedar menghidupkan suasana yang diliputi kegembiraan. Ya...pernikahan dua anak manusia, manusia yang harus meneruskan tugas suci atau kutukan Tuhanya itu, tergantung dalam kepala siapa pemikiran bersemayam tentunya bagiku itu termasuk sesuatu yang suci. Seorang rantau ! Aku bahkan tak sempat bertanya, hanya menyimak di setiap kalimat-kalimat sabda nya. Ku anggap begitu, bagaikan dosen yang sedang menerangkan teori-teori di dalam perkuliahan ini masih bisa ku sangkal. Maka ku sebut ia semacam memuntahkan mantra-mantra nya untuk segerombol pemuda, yang mungkin dianggapnya perlu untuk tahu. Datang dan berbicara tentang sebuah kehidupan. Aku seperti ditelanjangi

Panji-panji Sandiwara

Sampai detik ini pun, pembahasan tetap sama ; bagimana agar kenikmatan dapat ditutupi ? Logika berkata nikmat harusnya terbuka Semua seperti aktor-aktor tanpa cacat, yang dipoles dewa melalui penciptaan diluar kehendak Terminologi suci, hanya bagai kiasan-kiasan indah jantung kota Atau alun-alun istana raja Penembusan kedalam itu kejam, hitam, penuh riuh-riak pertumpahan darah Polesan yang diluar, penipuan dengan simbol-simbol Seakan tak asing Dan wayang-wayang ini harus menyelam Dengan was-was keputusasaan Ah terang, kau belum juga datang Bohong lah itu kartini tentang sehabis gelap terbitlah terang.

Apalah arti hidup tanpa arti ?

Seorang guru berseru pada murid-muridnya ; kau hendak jadi apa jikalau sudah besar nanti ? Beberapa diantaranya bercericau, diantaranya bungkam tanpa alih-alih suara. Ya, kau coba ingin jadi apa kelak ? Sambar seorang guru tersebut. Aku hendak jadi pemimpin pak, tegasnya. Cita-cita yang bagus, satu untuk semua, tandasnya. Kemudian, kau ingin jadi apa kelak nak ? Guru itu meneruskan. Aku berkeingin menjadi seorang pengusaha produk makanan pak, sekenanya. Itu pun bagus, semua untuk satu. Tegasnya lagi meyakinkan. Hujan belum juga reda, turun berlebat-lebat membasahi daratan kehidupan. Sang pemberi anugerah atau malah malapetaka, tergantung ada di sarang kepala siapa pendapat. Guru tersebut menarik nafas dalam-dalam dan dikeluarkanya sebuah petuah-petuah. Hendak diapakan nanti oleh sang penerima tergantung dari tragedi yang dilaluinya, yang pasti, gumamnya. Seorang guru harus memberikan gambaran yang positif tentang hidup ini agar kelak generasi mendatang dapat menimbang-nimbang se

Aphorisme Sayang

Sayang aku bosan keriuhan Sayang kini aku menepi Sayang kuharap kita bertemu dimana tak ada lagi terjadi ... Tragedi ! Sayang, Kau paham masudku ? Kalau begitu mari kita tapaki bumi ini dengan sunyi ataupun ramai pesanku ; harap kau pahami, setelah masa itu habis aku janji akan limpahkan cium ku ini pada kening basah itu Sayang kau boleh anggap aku sakit atau gila atau akut, terserahlah... aku sungguh sayang kepadamu Terserahlah, aku ingin menepi ingat aku kembali, bukan untuk menjajakan diri, tapi berjalan dengan esensi-esensi manusiawi maka aku harus menepi, menyepi dengan lilin dan cahaya api ini. #JakartaPagiDiruangImaji

Rindu tiada

Pagi yang malang, entah mengapa engkau datang tak memberi salam Padahal aku baik-baik saja dalam keterjagaan malam Kau beri perintah udara untuk mengasut, membawa jiwa kedalam ruang-ruang kekosongan Menuntun imaji kedalam permainan dunia khayal tanpa aturan-aturan logika formal Pagi itu, aku merasakan menggenggam kehalusan... Sebuah perasaan akan kasih dan sayang dengan subyek diluar diriku Ingin aku belai wajah manis itu, coba aku rasakan jari-jemari lentik itu agar aku genggam dan cium dengan bibirku supaya subyek merasakan aliran kasihku Udara begitu cepat berlari, mengoyak jiwa dan imaji Ia pergi meninggalkan kesadaran kembali Hey...siapakah kau ? Ketika mencari yang diluar diri Kembali dalam nestapa sepi pagi

Imaji dan Teknologi

Ar&co karya Indonesia mendunia Kita patut bangga padanya Bagimana tidak itu adalah karya anak Bangsa Yang diakui dunia Teknologi adalah sahabat kita, bahkan melebihi sahabat kita sebagai subjek Melebihi yang hidup dengan nyawa Melampaui fikiran yang mati Kita lebih percaya teknologi Tidak ada yang salah, bagiku semuanya adalah dialektika kemajuan peradaban Yang salah ketika imaji itu sendiri ditumpulkan diganti dengan imajinya nya teknologi, imaji dalam kepala diri dinegasikan dipinggirkan hingga hanya gelap yang terlihat... Padahal, ia maha berharga Padahal, ia yang primer yang mencipta yang sekundar Padahal, ia ciptanya Tuhan YME.

Imaji yang melanggar

Aku tak bisa menahanya... Layaknya kendara tanpa kemudi yang dibuat manusia zaman berteknologi Tentang berfikir ? Ia adalah kodrat, yang di berikan kuasa kepada hamba Kenapa tak memaksimalkanya ? Ada yang salah dengan kecenderungan berfikir 'bebas' bahkan terdapat di dalam lembar-lembar peristiwa adab. Pernah suatu ketika yang bebas merupakan terobosan, karena ia melepaskan kekangan Menjungkirbalikan aturan-aturan stagnan Namun juga bisa terjungkirbalik akibat menganggap bebas nya tanpa pegangan Diantaranya harus saling mengisi, layaknya seorang yang menjalin tali kasih, agar ita tetap seimbang tak pantang goyang terhempas angan dan pemberhentian Aku masuk kedalam gulitanya pagi, menapaki daratan dan membuka celah gordeng kamar ; diluar udara begitu liar tak sekawan didalam Namun kuliat ada sebuah celah, aku mulai mengikuti ruang mungkin ada sedikit rahasia didalam, kucoba terobos lewat imaji-imaji yang melanggar ; Apa ini gila ?