Aku dan keyakinan tentang 'Tuhan'

Tak usah ditanya, aku ini beragama dan aku yakin tapi aku tak rajin. Aku masih ingin mencari esensi tentang kepercayaan, bagaimana harus percaya Tuhan dan Agamanya ? Jika katakan aku percaya apakah akan menjadikan aku hidup lebih baik ?

Sebanyak yang ku lihat tentang apakah mereka punya suatu keyakinan dan melaksanakan dengan baik memang dikatakan 'iya' tapi ada yang kurang dan sangat di sayangkan, orang yang rajin menyembah Tuhanya belum tentu baik dalam hidupnya bersama manusia lainya dan alamnya, seringkali mereka memisahkan yang 'teologis' dan yang sosial.

Perkara diriku, itu kesalahanku dan aku akan pertanggungjawabkan itu, aku mau jika suatu saat aku mulai meritual kan diriku dengan Tuhan nilai Ketuhanan dan kitabnya juga tercermin dalam kehidupan sehari-hariku. Tetapi yang membuatku resah adalah pemisahan antara ritual keagamaan dan suatu kehidupan sosial manusia dan itu nyata saat ini.

Tentang teologi atau kepercayaan pada suatu keyakinan dengan segala ritual keagamaanya seyogyanya jangan sampai terpisah oleh alam hidup yang nyata.

Ketika Bangsa Arab masih dalam fase zama jahiliyah orang banyak menyebutnya masa kegelapan, datanglah Nabi akhir zaman yang diutus oleh Tuhan semesta sekalian alam Allah SWT dia adalah Nabi Muhammad SAW dia adalah sang pembebas manusia dari eksploitasi manusia lainya, mengangkat derajat perempuan, menjaga perdamaian antar umat, mengangkat kesetaraan kemanusiaan jadi Nabi melakukan kedalam hidup sehari-hari dari apa yang dia pahami dalam ritual keagamaanya. Dalam pandanganku mengikuti dan aku sangat sepakat pada Asghar Ali Enginner seorang pemikir teologi pembebasan dari India, bahwasanya teologi itu harus berpadu dengan relaitas yang nyata atau sederhananya nilai-nilai/sifat Tuhan dan ajaran yang terkandung dalam Kitab harus di manifestasikan kedalam kehidupan agar ia seimbang dan harmoni, jadi manusia mejalankan kepercayaanya dalam sesuatu yang utuh layaknya seorang istri yang masih terjaga keperawananya. Tetapi saat ini banyak yang taat beragama namun kotor dalam bertindak-tandung pada sesamanya dan alamnya.

Teologi pembebasan adalah ajaran yang mengatakan bahwa manusia juga mempunyai suatu kebebasan yakni kebebasan untuk berfikir, menafsir, dalam bertindak. Ajaran agama itu tidak kaku dan berlaku sepanjang zaman ia harus kontekstualisasi terus menyesuakan dengan kebutuhan zaman. Dia bukan tafsir teks terhadap suatu permasalahan tetapi tafsir teks dalam keadaan kontekstual.

Coba saja jika manusia menjalankan kepercayaanya secara utuh pasti dunia dan peradaban yang dibangun jauh lebih baik. Bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, kenakalan remaja, pemerkosaan, narkoba, kapitalisme akut, pemberondongan hutan, mengkafirkan, pertentangan sara dan masih banyak lagi persoalan.

Akhirnya aku bertanya, bisakah kita dalam keadaan yang seperti itu ditengah 'sakit'nya kebudayaan kita mana dulu yang harus diperbaiki ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Bappenas Pernah Jadi Monumen Yahudi ?

sang revolusioner jalan pembebasan atau jalan munuju tangga kekuasaan ?