Al-Qur'an, Das Capital dan perjuangan hari ini

Berangkat dari suatu kehidupan, sebagaimana takdir telah mengejawantahkan kedirian lahir, tumbuhkembang, dan mati dalam alam raya. Manusia diantara dua pilihan, dan ketika manusia mulai mampu untuk menggunakan rasio (akal) dalam memaknai hidup ini. Manusia mulai mempertanyakan mana yang lebih dahulu yang materi atau non materi (metafisika) ? Dan hal tersebut mempengaruhi cara orang berfikir serta bertindak. Yang pertama menganut materi percaya bahwa yang rasional (pengetahuan) hanya bisa didapat oleh panca indera serta kebenaran itu sendiri adalah yang nyata, yang kedua non materi (metafisika) bahwa pengetahuan asalnya dari zat yang tidak terlihat (metafisika) dan kebenaran itu sendiri adalah nilai yang terkandung didalamnya. Sejak saat itulah pertentangan filsafat materialisme dan idealisme berkintradiksi. Tapi disini saya tidak akan membahas panjang lebar filsafat tersebut, saya akan membahas tentang latar belakang yang mepengaruhi perjuangan kedua pahlawan besar yang namanya tercatat dalam diktat-diktat sejarah.

Pertama, Nabi Muhammad SAW ia adalah seorang Nabi akhir zaman yang diyakini umat islam dengan Al-Qur'an sebagai kitab dan pedoman umat manusia, Muhammad tidak menulis Al-Qur'an dengan otaknya melainkan itu pemberian wahyu Tuhan Allah SWT via Jibril ke Muhammad, jadi Muhammad adalah utusan Allah yang dipercayakan nya untuk merubah kehidupan kelam yang terjadi di muka bumi khususnya jazirah Arab ketika itu.

Kedua, Karl Marx beliau adalah filosof yang dicap kiri yang seluruh hidupnya diabdikan guna membela ketimpangan sosial dan eksploitasi manusia atas manusia, KAPITALISME adalah musuhnya. Kemudian dia membuat karya dari otak dan realitas yang ada dan melahirkan Das Capital yang diyakini kaum kiri/komunis sebagai kitabnya kaum buruh dalam meperjuangkan masyarakat tanpa kelas.

Keduanya sama-sama berjuang di jalur kemanusiaan, memperjuangkan hak serta kebebasan. Namun yang membedakan adalah cara pandang keduanya Muhammad percaya kekuatan Tuhan namun Marx percaya kepada kekuatan manusia itu sendiri, walaupun tidak begitu ekstrim meyangkal tidak ada nya Tuhan. Dan aku sepakat dengan perjuangan yang dilakukan keduanya.

Namun disini saya lebih sepakat Nabi Muhammad yang memadukan unsur ketuhanan, manusia, dan sosial ketiganya mampu diracik ke arah posisi yang seimbang sehingga menghasilkan perjuangan yang berorientasi pada keduniaan maupun akhirat. Sementara Marx timpang perjuanganya yang ditulis dalam karya-karya nya Das Capital, German Ideology, Manifesto Comunism dsb hanya berorientasi pada perjuangan dunia, sementara terputus oleh ke ilahian manusia menurutnya hanya akan semakin teralienasi oleh agama dan jangan disalah artikan juga, Marx mengkritik agama juga ada konteka dimana dinamika mempengaruhinya karena ketika itu di Eropa agama hanya dijadikan tameng oleh elite-elite politik untuk kepentingan ekonomi/kemapanan individu dan kelompoknya, maka dar itu menurut saya agama yang sejati harus membebaskan dan itu ada dalam individu yang merdeka yang tidak mudah untuk dipengaruhi.

Terlepas dari hal-hal diatas Al-Qur'an juga jauh lebih sakti dibanding Das Capital coba tengok demonstrasi 2 november dan 4 desember ? Bagaimana kekuatan agama mampu untuk menarik, mengorganisir, orang bayak tumpah ruah di bunderan HI dan bahkan alat jum'at berjamaah di monas, selama ini demonstrasi yang digerakan oleh kaum kiri belum ada yang sebanding dengan itu dalam konteks Indonesia.

Dan tulisan saya ini tidak bermaksud untuk membandingkan keduanya mana yang lebih baik atau buruk dan mana yang benar dan mana yang salah akhirnya suatu metode perjuangan bukanlah sesuatu yang absolute dan terpecah menjadi bagian/golongan yang masing-masing mengklaim sebuah kebenaran perjuangan. Perjuangan lebih diarahkan kepada kesatuan tujuan mana yang harus diperjuangkan ? Hal apa yang esensial dan dilanggar dan patut diperjuangkan ?

Mengamini tulisan Soekarno yang dibuat pada tahun 1926 'Nasakom'  gabungan perjuangan antara kaum nasonalis, agama, dan komunis. Seharusnya kita jangan lupa pada sejarah sebagaimana mengendarai sepeda motor/mobil tanpa kaca spion yang membuat buta mata dan mempertuli telingan tentang pelajaran penting dibelakang sana. Ketika ketiga golongan tersebut tercerai-berai negara kolonial Belanda bukan main senangnya jadi tidak perlu repot menggunakan taktik 'divide et impera' atau peca belah lalu kuasai, namun ketika golongan yang berbeda secara ideologis bersatu untuk satu tujuan Indonesia merdeka maka saat itu pun Belanda kalang kabut.

Begitupun kenyataan nya sekarang, penjajahan bukanya tanpa akhir tetapi ia masih terus ada dan belum berakhir tetapi cuma betuknya yang berubah. Kalau dahulu dijajah melalui semuanya daerahnya, sdanya, sdmnya, pikiranya, juga disiksa fisiknya maka penjajahan sekarang lebih kepada psikologis/mentalitas/pikiran tujuanya satu untuk tetap menguasai aset ekonomu negara kita Indonesia. Coba tengok Indonesia saat ini audah masuk kedalam kerangkeng neo neoliberalisme dimana pengusaha, pemodal asing, korporasi besar dunia sudah lama masuk dan menguasa aset sumber daya alam kita keuntunganya apakah untuk rakyat kita ? Tidak untuk mereka dan golonganya atau malah ada kongkalikong dengan birokrasi ? Dan hal itu bertentangan dengan pasal 33 ayat 2 dan 3 dalam uud 45 yang mengatakan bahwa air dan segala sumber daya alam yang menguasai hajat kehidupan orang banyak harus dikuasi oleh negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat, namun apa yang tertulis dalam uud tidak sama dengan kenyataanya, pertanyaan nya sampai kapan negara akan tidak berdaya seperti ini ? Dan kenapa kita selalu ribut dengan sesama bangsa kita sendiri kita lupa masalah yang lebih besar bagamana pancasila itu dapat di wujudkan serya diterpkan ?

Akhirnya ini hanya tulisan yang ingin merefleksikan keadaan kita sekarang, daripada harus tercerai berai dalam perjuangan lebih baik kita bersatu letakan gagasan yang berbeda itu untuk mencapai apa uang telah dirmuskan oleh para Founding Fathers kita karena Soekarno pernah berkata 'perjuangan kita belum selesai' dan Tan Malaka berucapa 'merdeka 100%' dan ditutup dengan lagu 'Indonesia Raya' ciptaan W. R. Supratman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Bappenas Pernah Jadi Monumen Yahudi ?

sang revolusioner jalan pembebasan atau jalan munuju tangga kekuasaan ?