" Dipersimpangan Jalan Simbol Budaya "

Analogi anak tiri dalam film Cinderella mungkin cocok untuk menggambarkan ini.

Ibukota ?
Arena dimana antar budaya saling berakulturasi dan berasimilasi
Tempat dimana sebuah dinamika spirit hidup terjadi
Ruang dimana sandiwara kehidupan digulirkan...

Potret kehidupan Ibukota yang materialistik...
Yang antara satu dengan lainya berkata : peringatan untuk hidup di Ibukota "bertahan atau kita yang tertahan ?"
Yang lainya mengatakan : "Ibukota itu kejam" lalu ada lulucon " ata apakah kita yang lemah ?".

Dengan mata aku melihat...
Dengan hati aku rasakan...
Dengan akal aku merenungkanya...

Materialistik telah menggerus sendi-sendi kebudayaanku !
Hingga teriris
Hingga tipis
Dan sehingga aku tidak ingin dia menghilang !

Bagaimanapun budaya adalah nilai-nilai luhur yang harus dijaga, diamong, serta dimanifestasikan dalam hidup bermasyarakat. Apalagi ditengah gempuran hebat globalisasi, modernisasi, dan IPTEK yang lajunya bagaikan sebuah tank yang tak terkendali, yang ditakutkan malah kita yang dikendalikan ?

Teriakan tentang kenakalan remaja ?
Obrolan tentang korupsi ?
Ocehan tentang mentalitas tempe ?

Kesemuanya terangkum dalam potret sosial Ibukota, padahal BUNG KARNO sendiri telah mengingatkan kita tentang pentingnya mempunyai kepribadian sendiri...

Tapi ?
Yah...kita melupakanya, dengan sadar ? Atau bahkan tidak sadar ?

Kini saatnya kita sebagai pemuda yang sadar, yang tidak akan membiarkan semboyan "Agent of change" menjadi sebuah simbol yang mati. Kita mesti bergerak untuk menghidupkan konteks kebudayaan Ibukota kembali...

Ya...sambil berharap pemimpin Ibukota yang baru nanti memperhatikan ruang-ruang kebudayaan Ibukota sebagai manifestasi dari simbol kota dan esensi kemanusiaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Bappenas Pernah Jadi Monumen Yahudi ?

sang revolusioner jalan pembebasan atau jalan munuju tangga kekuasaan ?