Gerakan yang lumpuh oleh logika pendapatan ?

" idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda " _ Tan Malaka _

Kita akan awali dengan kalimat pembuka itu, sebelum memasuki dimensi rekayasa sosial yang lebih jauh.

Di belahan dunia manapun yang nama nya republik adalah konsep negara modern yang dibangun diatas darah dan bangkai perdaban manusia. Yang dilahirkan atas ide-ide baru yang cemerlang dan terealisasikan, dan itu membongkar dan menjungkirbalikan logika pemahaman tatanan lama, kini tatanan baru telah kita anut, dimana pun kita berada di belahan bumi ini. Kemudian apakah itu tanpa pengorbanan ? Tentu saja itu pengorbanan atas nama idealisme.

Dalam konteks Hindia Timur sebutan sebelum Indonesia merdeka, yang bergerak dalam ranah ide dan fisik untuk melepaskan kerangkeng kolonialisme dan imperialisme ( penjajahan ) adalah para pemuda nya, maka pemuda adalah tulang punggung Bangsa. Pemuda harus tetap hidup, di dalam kematian hidup. Berfikir dan berjuang dengan roh yang merdeka, landasan nya adalah idealisme. Berjuang dari segi apapun dalam profesi apapun. Misalnya mereka-mereka yang menulis kritik sosial, ekologi lingkungan, sosial politik, sosial budaya dan apapun itu, atau mereka yang bekerja sebagai praktisi, pegawai negeri apalagi, serta buruh sampai tukang-tukang kecil kesemuanya harus mengilhami nilai pancasila yang goal setting nya ada di " keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia " dan, well...semuanya akan terwujud apabila pemuda nya dapat merefleksikan kematian hidup saat ini untuk menghidupkan hidup di masa mendatang.

Ingat, pemuda...aku, kamu dan mereka yang akan mengisi bangku-bangku kosong negeri ini, menduduki institusi atau sampai bisa saja birokrasi. Karena birokrasi adalah suatu keputusan komunitas di ambil secara arif dan bijaksana ( pengertian politik ).

Dewasa ini peran pemuda telah terkikis, terpecah belah oleh isu-isu yang sulit dibedah oleh logika yang tajam, media ( kecanggihan teknologi ) adalah pengacau paling vital, cengkraman dunia liberal telah mengikis kritis pikiran dengan budaya konsumtif dan hedonis ala peradaban barat. Pemuda degeser paradigma nya dari idealisme menjadi pragmatisme.

And...lulusan universitas hanya menjadi robot-robot berlogika pendapatan, melupakan esensi nya sebagai pemegang logika kebermanfaatan.

Entah, sampai kapan kita terjebak pada rekayasa sosial yang dianggap sebuah kebenaran ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Bappenas Pernah Jadi Monumen Yahudi ?

sang revolusioner jalan pembebasan atau jalan munuju tangga kekuasaan ?